Jadi mengapa kita harus terus berpikir positif dan berbaik sangka kepada Allah, karena Allah tergantung atas prasangka kita sendiri sebagai hambanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675]
“Manusia hanyalah produk dari pikirannya. Apa yang dipikirkannya, itulah yang akan terjadi.” Gandhi
Imam al-Ghazali pernah berkata “Adab orang miskin: senantiasa bersikap qana’ah, tidak menampakkan diri sebagai orang yang membutuhkan bantuan, tidak berpakaian sedemikian rupa dan mendramatisasi keadaan yang sebenarnya, tidak tamak, suka merawat, menampakkan kecukupan di hadapan orang-orang yang menjaga kehormatan diri dari kalangan ahli agama, menghormati orang-orang kaya tanpa ada maksud menjilat, menampakkan kecukupan di depan orang kaya tanpa bersikap putus asa dari mereka, tidak bersikap takabur kepada orang kaya, tidak menghinakan diri dengan tetap manjaga hati serta berpegang teguh pada agama ketika melihat kondisi mereka.”