Bertahan di pramuka karena apa?

“Kadang, di tengah teriknya matahari dan lelah yang memeluk tubuh, ada senyum-senyum kecil yang membuat semua rasa letih itu hilang begitu saja.”

Begitulah rasanya menjadi seorang pembina Pramuka di tingkat SMP. Setiap langkah, setiap teriakan yel-yel, setiap latihan baris-berbaris yang harus diulang berkali-kali, selalu menyimpan cerita yang tak pernah gagal menyentuh hati. Bukan karena tugasnya mudah—justru sebaliknya. Tapi karena di balik semua itu, ada anak-anak hebat yang datang dengan semangat polosnya, membawa keceriaan yang mampu menguatkan siapa pun yang melihatnya.

Ada hari-hari ketika saya merasa lelah, ketika suara mulai parau, atau ketika cuaca seperti tidak ingin bersahabat. Namun, setiap kali melihat wajah cerah para penggalang, lengkap dengan senyum lebar dan tawa riang mereka, saya kembali ingat: inilah alasannya saya bertahan. Melatih mereka bukan hanya soal materi pramuka—ini tentang membentuk karakter. Tentang menanamkan tanggung jawab, membangun keberanian, dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan sejak dini.

Saya selalu terharu melihat bagaimana mereka mencoba hal-hal baru. Ada yang takut, tapi tetap maju. Ada yang gagal, tapi tertawa dan bangkit lagi. Ada pula yang awalnya pendiam, kini berani memimpin regunya. Perubahan-perubahan kecil itu adalah hadiah terbesar bagi seorang pembina.

Pramuka bukan hanya soal seragam coklat, simpul, atau tali-temali. Pramuka adalah sekolah kehidupan. Anak-anak belajar disiplin bukan karena dipaksa, tetapi karena mereka merasa bagian dari sebuah keluarga. Mereka belajar bertanggung jawab bukan karena ingin nilai, tetapi karena mereka sadar bahwa teman-temannya mengandalkan mereka. Dan ketika mereka berhasil, ketika mereka naik panggung peneguhan atau memenangkan lomba kecil, ada sinar bangga yang terpancar dari mata mereka—sinar yang membuat setiap tetes keringat saya terasa sangat berarti.

Saya selalu percaya: ikut Pramuka tidak akan pernah sia-sia. Kelak, mungkin mereka tidak mengingat semua jenis simpul, mungkin mereka lupa beberapa sandi. Tapi yang akan tinggal di hati mereka adalah keberanian, kejujuran, kebersamaan, serta semangat untuk terus belajar dan berkarya. Itulah bekal yang akan mereka bawa pulang—bekal yang kelak menjadi kebanggaan orang tua, sekolah, bahkan bangsa.

Menjadi pembina memang melelahkan, tetapi rasa lelah itu selalu kalah oleh kebahagiaan. Dan setiap kali latihan berakhir, melihat mereka pulang dengan tertawa bersama teman-temannya, saya selalu tersenyum dalam hati.

“Terima kasih, Nak. Kalian tidak hanya belajar dari saya—tapi setiap hari, kalian juga mengajari saya tentang ketulusan dan semangat yang tidak pernah padam.”

Follow by Email
Instagram
Telegram
WhatsApp
FbMessenger
URL has been copied successfully!